Harian Singgalang - Surau Kini tak Lengang Lagi







Home Halaman Satu Halaman Satu

Surau Kini tak Lengang Lagi

Sabtu, 06 September 2008
Berjalan melewati masjid dan musala di bulan Ramadan seperti sekarang ini tidak akan ditemui mendapati suasana sepi. Di dalamnya, ada pelajar yang khusyuk membaca kalam Illahi. Tidak jarang dari corong mikrofon terdengar alunan Asmaul Husna melantun menyejuk hati. Untung ada Pesantren Ramadan. Hari-hari pelajar selama Ramadan tidak lagi hanya di kelas sambil menahan kantuk dan lapar, atau habis karena tertidur pulas. Ada makna lebih dari pelaksanaan pesantren Ramadan itu.
“Yang pasti wawasan saya di bidang agama bertambah. Selain itu, gak cuma dapat pahala dari tadarusan, kita juga bisa nambah teman. Soalnya yang datang ke Pesantren Ramadan bukan dari satu sekolahan,” tutur Oryza, siswa kelas XII, SMAN 2 Padang.
Berdasarkan pengalaman tahun lalu, Oryza merasa perlu adanya Pesantren Ramadan ini. Bukan apa-apa, ia mengaku kuantitas pelajaran agama menjadi bertambah. Ada pengayaan sisi spiritual ketika mengikuti Pesantren Ramadan.
Tidak ditampik, kegiatan Pesantren Ramadan menjadi isu positif di tengah masyarakat. Malah, tokoh Muhammadiyah Shofwan Karim sengaja menulis di blognya soal ini. Dalam tulisan yang ia beri judul Meng-Apresiasi Pesantren Ramadan itu ia mengatakan, pelaksanan pendidikan agama di bulan Ramadan sebagai ekstra kurikuler untuk SD, SMP dan SMA sejak beberapa tahun lalu kian semarak. Dibanding dulu yang ada kegiatan wirid remaja, Pesantren Ramadan bagai air mengalir, paling deras sejak 2 atau 3 tahun terakhir ini.
“Kita patut memuji adanya kegiatan Pesantren Ramadan. Kegiatan yang baik ini akan kita tuai pada generasi mendatang,” kata Khatib Jumat di Masjid Al Wustha, Padang kemrin (5/9).
Namun kembali mengacu pada tulisan Shofwan Karim, berdasarkan pengamatan kasat mata, yang paling serius memotivasi dan memberi apresiasi terhadap kegiatan Ramadan luar sekolah itu adalah Pemerintah Kota. Ini dapat dilihat di kota Padang. Paling tidak tayangan media memang lebih banyak mengekspose yang di Padang.
Walikota Padang, Fauzi Bahar ketika dimintai komentarnya Kamis (4/9) dalam perjalanan mengunjungi Pesantren Ramadan di Masjid Al Falah, Surau Jambu, Padang mengakui bahwa pelaksanaan Pesantren Ramadan menjadi salah satu program penting untuk menyelmatkan generasi muda.
“Sekian banyak pelaku pidana adalah mereka yang tidak konsekuen dengan agama mereka. Apapun itu agamanya. Makanya, bulan Ramadan menjadi momen yang tepat untuk memupuk sisi keagamaan para pelajar,” buka Fauzi.
Lebih lanjut ia mengatakan, pada masa Orde Baru dulu, jumlah jam pelajaran agama berkurang karena ada tambahan jam untuk P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Namun begitu reformasi mulai, P4 ditiadakan, jumlah jam pelajaran agama tetap saja tidak dikembalikan. “Adanya kegiatan Pesantren Ramadan ini sama bobotnya dengan empat semester,” ujarnya.
Uniknya, Fauzi sendiri mendaptkan ide mencetuskan pelaksanaan Pesantren Ramadan bukan dari negara Islam, melainkan Kamboja dengan mayoritas Budha. Menurutnya, di negara pagoda itu setiap anak yang akan memasuki usia dewasa diwajibkan belajar agama Budha.
Maka, sejak tahun 2004, dari pelaksanaan Pesantren Ramadan yang jumlah harinya cuma seminggu, berlanjut terus dengan terobosan-terobosan baru. Tahun 2007 lalu, peseta Pesantren Ramadan diwajibkan hapal Asmaul Husna. Hasilnya sekarang, banyak pelajar bisa dengan lancar mengalunkan Asmaul Husna sama lancarnya menyanyikan lagu-lagu band Ungu.
Sementara itu, dengan konsep yang sama untuk pelajar non muslim, Fauzi pun menginstruksikan kegiatan sejenis. Untuk mereka yang beragama kristen, selama Ramadan harus mengikuti kegiatan Pastoral, sedangkan untuk pelajar Budha, ada kegiatan di wihara bernama Bina Widya.
“Konsepnya tetap sama, bagaimana para pelajar bisa lebih dekat dengan agama dan terhindar dari perbuatan tercela,” katanya.
Berlanjut
Ini adalah bagian makna dari konsep kembali ke surau itu. Dan bagi Shofwan Karim, masih dalam tulisan yang sama, inilah yang perlu diapresiasi. Menurutnya, sebagai pendidikan luar sekolah, Pesantren Ramadhan, meski masih terkesan kemauan pihak atas, di mana peranan pemerintah kota atau kabupaten memotivasi amat tinggi, tentu saja sudah mulai menjadi gerakan massal.
Jika masih menganggap Pesantren Ramadan sebagai instruksi dari atas, bukan tidak mungkin apa yang disampaikan Rian, salah seorang pelajar swasta di Kota Padang akan berkelanjutan. “Kegiatan ini sebenrnya bagus. Cuma sayang gurunya hanya asik ngobrol, sementara kita ribut. Sepertinya mereka datang cuma untuk isi absen,” keluhnya.
Dan tidak hanya cuma guru, usai Ramadan PR ini harus terus dilanjutkan orang tua. Dengan terus memotivasi, maka surau pun tidak akan lagi sepi. Laporan Yuhendra

Comments

Popular posts from this blog

Selamat Jalan Adinda Anwar Syarkawi

Flashback: Arah Angin Gub 2015-2020

HBD terbebas Rayuan Politik untuk Kekuasaan